Minggu, 15 Desember 2013

Ilmu Hadis (Studi Kritik Matan Hadis )

A.    Pengertian kritik matan hadis

Jika kritik sanad lazim dikenal dengan istilah kritik ekstern (al-naqd al-khariji), maka kritik matan lazim dikenal kritik ekstern (al-naqd al-dakhili). Istilah ini dikaitkan dengan orientasi kritik matan itu sendiri, yakni difokuskan kepada teks hadis yang meupakan intisari dari apa pernah disabdakan oleh Rasulullah, yang ditransmisikan kepada generasi-generasi berikutnya hingga ke tangan para Mukharrij al-hadith, baik secara lafdzi maupun ma’nawi.
Istilah kritik matan hadis dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadis yang sahih dan yang tidak sahih. Dengan demikian, kritik matan tersebut, bukan dimaksudkan untuk mengoreksi arau menggoyahkan dasar agama islam dengan mencari kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada telaah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan suatu hadis. Karena itu kritik matan merupakan upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian matan hadis, di samping juga untuk mengantarkan kepada pemahaman yang lebih tepat terhadap hadis Rasulullah.

A.    Sejarah perkembangan kritik matan hadis

1.      Masa Rasulullah
Tradisi kritik atas pemberitaan hadis telah terjadi sejak pada masa hidup Nabi Muhammad SAW. Motif kritik pemberitaan hadis bercorak konfirmasi, klarifikasi dan upaya memperoleh testimoni yang target akhirnya menguji validitas keterpercayaan berita (al-istitsaq). Kritik bermotif konfirmasi yaitu upaya menjaga kebenaran dan keabsahan berita. Kritik bermotif klarifikasi (tabayyun) yaitu penyelarasan dan mencari penjelasan lebih konkrit. Sedangkan motif kritik lain menyerupai upaya testimoni yaitu mengusahakan kesaksian dan pembuktian atas sesuatu yang tersinyalir diperbuat oleh Nabi SAW.
2.      Masa Sahabat
Kritik matan dilakukan oleh para sahabat. Mereka menolak berbagai riwayat hadis yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah keagamaan. Sebagai contoh misalnya dapat disimak reaksi Aisyah tatkala mendengar sebuah hadis yang disampaikan oleh ibn Abbas dari Umar, bahwa menurut versi Umar Rasulullah bersabda :
ان الميت ليعذب ببكا ء اهله عليه
“mayat itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya”
serta merta Aisyah membantahnya dengan berkata “semoga Umar dirahmati Allah, Rasulullah tidak pernah bersabda bahwa mayat orang muknin itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya, tetapi beliau bersabda :
اناللهيزيد الكا فر عذابا ببكا ء ا هله عليه
“Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi keluarganya”. Komentar Aisyah selanjutnya, cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan pernah menanggung dosa orang lain.
Menyimak kasus diata, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kritik matan telah dilakukan di era sahabat. Aisyah telah mengkritik matan hadis yang dengar dari Ibn Abbas tersebut dengan cara membandingkan dan mengkonfirmasikan dengan hadis yang bertema sama, yang pernah didengar sendiri dari Rasulullah. Disamping itu Aisyah juga membandingkan dengan nash yang bobot akurasinya lebih tinggi, yakni Al-qur’an. Dengan demikian membandingkan matan hadis dengan al-Qur’an dan hadis yang lebih sahih, merupakan standar utama untuk menilai kesahihan sebuah hadis.
Kritik matan di era sahabat ternyata tidak hanya dilakukan oleh Aisyah namun juga oleh sahabat-sahabat lainnya. Al-Adlabi membuat klasifikasi besar tentang nama-nama sahabat yang terlibat pada aktivitas kritik matan ini, yakni kritik matan yang dilakukan (menurut) Umm al-Mu’minin, Aisyah, dan kritik matan yang dilakukan oleh para sahabat selain Aisyah. Untuk kritik Aisyah ditujukan kepada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Umar, Ibn Umar, Jabir, dan Ka’b al-Akhbar. Sedangkan para sahabat selain Aisyah, dapat disebut misalnya kritik matan yang dilakukan Umar Ibn Khatab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn Mas’ud dan Abdullah ibn Abbas.
3.      Masa Thabi’in
Dasar-dasar kritik matan yang telah dibangun oleh para sahabat, pada tahap berikutnya dikembangkan oleh generasi thabi’in. Ayyub al-Sakhyani (tabi’in) misalnya, menyatakan : “jika engkau ingin mengetahui kesalahan gurumu, maka duduklah engkau (belajarlah hadis) kepada selainnya”. Maksud ungkapan tersebut bahwa untuk mengetahui kesalahan-kesalahan hadis haruslah dengan melakukan kritik, yang antara lain dilakukan dengan mempelajari hadis secara mendalam melalui perawi yang lain. Contoh kritik lainnya adalah sebagaimana hadis yang diriwayatkan al-Tirmidzi berikut :
حد ثنا عبد الله بن عبد الر حمن اخبرنا عبد الله بن صا لح عن عبد الر الر حمن بن جبير بن نفير عن ا بيه جبير بن نفير عن ابي الد ر داء قا ل كنا مع ر سو ل الله صلى الله عليه وسلم فشخص ببصر ه الي السما ء ثم قا ل هذا ا وان يختلس العلمم من النا س حتى  يقدر وا منه على شي ء التر مذ ى.
“mengabarkan kepada kami ibn shalih menceritakan kepadaku mu’awiyah ibn Shalih dari Abd al-rahman ibn Jubair ibn Nufair dari Abu Al-Darda’ berkata :kami telah bersama Rasulullah disaat itu beliau matanya terbuka memandang langit, kemudian beliau bersabda: telah tiba sekarang saat hilangnya ilmu dari manusia hingga tidak sesuatu pun yang mampu (mencegahnya)”
Dalam mengkonfirmasikan kebenaran hadis tersebut, Jubair berkata : “aku menemui Ubadah ibn  Shamid, saudaramu Abu Darda’, yang kemudian aku katakana hadis yang pernah aku dengar dari Abu Darda’ itu. Komentar Ubaidillah : “Abu Darda’ benar”.
Dari kasus diatas dapat dipahami bahwa kritik matan hadis ternyata juga berkembang di era thabi’in. penelitian hadis dengan model konfirmasi diatas, bukan berarti mereka meragukan keadilan seorang perawi, namun yang mereka kehendaki adalah keyakinan terhadap keabsahan suatu matan hadis sehingga terjaga otentitas dan orisinalitasnya.
4.      Masa Muhaddisin
Integrasi keagamaan (al-‘adalah) pembawa berita hadis mulai diteliti terhitung sejak terjadinya fitnah, yakni peristiwa khalifah Usman bin Affan terbunuh berlanjut dengan kejadian-kejadian lain sesudahnya. Fitnah tersebut menimbulkan pertentangan yang tajam di bidang politik dan pemikiran keagamaan. Sehingga keutuhan umat Islam pun terpecah belah, sebagian mengikuti aliran Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Qadariah dan Mu’tazilah. Pemuka aliran sectarian itu memanfaatkan institusi hadis sebagai propaganda dan upaya membentuk opini umat dengan cara membuat hadis-hadis palsu.

B.     Asas metodologi kritik matan

1.      Obyek forma penelitian matan
Konstruksi hadis secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan (sanad al-riwayah) dan inti berita (matan hadis). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya hadis, sedang matan mempresentasikan konsep ajaran islam terbalut dalam bahasa ungkapan hadis yang diasosiasikan kepada sumbernya.
Aplikasi metodologis penelitian matan hadis bersandar pada kriteria maqbul (diterima) dan mardud (ditolak) untuk kepentingan melandasi pemikiran keagamaan (hujjah syar’iyah) bukan bersandar pada kriteria benar atau salah menurut penilaian keilmuan rasional/empiris. Adapun obyek forma penelitian matan hadis mencakup uji ketetapan nisbah (asosiasi) ungkapan matan, uji validitas komposisi dan struktur bahasa pengantar matan atau uji teks redaksi, serta uji taraf koherensi konsep ajaran yang terkandung dalam formula matan hadis.
2.      Potensi bahasa teks matan
Menyadari proses pembentukan bahasa teks matan, maka dalam penerapan kaidah untuk menguji validitas teks terjadi mekanisme yang kondusif bagi peluang terjadinya penempatan kata sinonim (muradif), eufimisme (penghalusan), pemaparan berita selengkap kronologi kejadian atau berlaku penyingkiran, subyek berita sengaja dianonimkan lantaran kode etik sesama sahabat Nabi Saw, sampai fakta penyisipan (idraj), penambahan (ziyadah),penjelasan yangdirasa perlu (tafsir teks), ungkapan karena keraguan (syakk min al-rawiy) dan sejenisnya.
3.      Hipotesa dalam penelitian matan
Sistem seleksi kualitas hadis-hadis yang terbukukan dalam kitab hadis standar pada umumnya dioptimalkan perimbangan antara kondisi lahir sanad sesuai dengan persyaratan formal dan data kesejahteraan matan dari segala syadz dan illat yang mencedarai. Namun kondisi tersebut tidak bersifat mutlak, sehingga muhaddisin serta merta menerima hipotesa kerja “tidak berlaku keharusan bahwa sanad yang shahih pasti diikuti oleh keshahihan matannya.”
4.      Status Marfu’ dan Mawquf
Batasan marfu’ adalah suatu (pemberitaan) yang disandarkan oleh seorang sahabat, atau thabi’in atau oleh siapapun secara khusus kepada Rasulullah Saw.  Sedangkan mawquf batasan bahwa materi berita sangat berindikasi kuat sebagai hasil kreatifitas ijtihad bukan implikasi atau mensyaratkan sebagai wahyu nubuwwah.
C.    Kriteria dan tata cara mengungkap illat matan menurut al-Salafi

1.      Mengumpulkan hadis yang semakna serta mengkomparasikan sanad dan matannya sehingga diketahui illat yang terdapat didalamnya. Berkaitan dengan kaidah pertama ini, Abdullah ibn al-Mubarak menyatakan bahwa : “jika engkau berkehendak untuk mengetahui kesahihan hadis yang ada padamu, maka perbandingkanlah dengan yang lain”.
2.      Jika seorang perawi bertentangan riwayatnya dengan seorang perawi yang lebih thiqah darinya, maka riwayat perawi tersebut dinilai ma’lul.
3.      Jika hadis yang diriwayatkan seorang perawi bertentangan dengan hadis yang terdapat dalam tulisannya, atau bahkan hadis yang diriwayatkan itu ternyata tidak terdapat dalam kitabnya, sehingga oleh karenanya riwayat yang bertentangan tersebut disebut ma’lul.
4.      Melalui penyeleksian seorang syaikh bahwa dia tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan itu, atau dengan kata lain hadis yang diriwayatkan itu sebenarnya tidak pernah sampai kepadanya.
5.      Seorang perawi tidak mendengar (hadis) dari gurunya secara langsung.
6.      Hadis tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi atau thiqah.
7.      Hadis yang telah umum dikenal oleh sekelompok orang (kaum), namun kemudian datang seorang perawi yang hadisnya menyalahi hadis yang telah mereka kenal itu, maka hadis yang dikemukakan itu dianggap memiliki cacat.
8.      Adanya keraguan bahwa tema inti hadis tersebut berasal dari Rasulullah. [5]

D.    Urgensi kritik matan hadis

Urgensi kritik matan hadis ini tampak dari beberapa segi, diantaranya :
1.      Menghindari sikap sembrono dan berlebihan dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu dalam metodologi kritik matan. Meneliti secara obyektif dan cermat terhadap matan hadis sertamencocokkannya dengan kaidah-kaidah kritik yang telah dibuat oleh spesialis hadis merupakan hal mutlak yang diperlukan.
2.      Menghadapi kemungkinan adanya kesalahan pada sanad dan matan hadis.
3.      Menghadapi musuh-musuh islam yang memalsukan hadis dengan menggunakan sanad shahih tetapi matannya tidak shahih.
4.      Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa riwayat.













Hisbah serta dalil-dalil yang melandasinya

A.    PENGERTIAN HISBAH
Hisbah secara etimologi dan terminologi berkisar pada memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar). Misalnya, “si Fulan melakukan hisbah terhadap si Fulan” artinya mengingkari perbuatannya yang buruk.
Sedangkan makna secara terminologis hisbah adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya, dan melarang kemungkaran apabila ada yang melakukannya.
Konsep hisbah di atas meluas agar bisa mencakup semua anggota masyarakat yang mampu memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, apakah mereka ditugasi oleh Negara ataukah tidak diwajibkan secara resmi. Sebagaimana ruang lingkup hisbah mencakup hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Artinya, bahwa hisbah mencakup sisi kehidupan. Dimana pembahasan disini akan dipersempit tentang penjelasan pelaksanaan hisbah oleh Negara pada masa Umar ra dalam hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi.
Pada masa Umar ra, hisbah adalah cara terpenting dalam pengawasan terhadap kehidupan ekonomi. Umar ra melakukan peran sebagai muhtasib (pengawas), dan mengawasi umat siang dan malam, membawa tongkat, dan berkeliling ke pasar-pasar untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku dankegiatan orang-orang. Umar ra adalah orang pertama yang mengawasi kegiatan di Madinah, membawa tongkat dan mengajarkannya. Maksudnya adalah bahwa Umar ra berkeliling pada malam hari, dan mendatangi rumah-rumah umat islam untuk mengetahui keadaan mereka dan mengetahui orang-orang yang membutuhkan dan teraniaya, mengetahui orang-orang yang mempunyai masalah, mencegah kegiatan yang berbahaya dan lain sebagainya. Umar ra juga menugaskan orang lain untuk melakukan pengawasan terhadap beberapa tempat. Karena perhatiannya yang besar terhadap masalah hisbah, Umar ra lebih terkenal dalam hal ini dibandingkan dengan khalifah lain, sehingga sebagian orang mengira bahwa beliau adalah orang pertama yang membahas tentang hisbah. 


B.     AYAT DAN HADIS HISBAH
1.      Ayat yang menunjukkan asal-usul hisbah
Lembaga hisbah asal-usulnya dari ayat al-Qur’an dan contoh rasulullah SAW sebagai khalifah dimasanya. Al-Mawardi mengutip ayat al-Qur’an dibawah ini, yang dianggap sebagai asal-usul adanya lembaga hisbah
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
“dan, hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”
a.      Dalil mengenai konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai dasar al-Hisbah
            Muhammad SAW merupakan utusan Allah yang berita kenabiannya telah disebutkan dalam kitab suci Taurat dan Injil. Muhammad diutus oleh Allah untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia yang mengajak kepada kebaikan serta melarang dari hal-hal yang merugikan dan berbahaya, menghalalkan kepada umatnya makanan yang baik serta mengharamkan makanan yang tidak baik (khabais). Karena itu tunduk dan patuh kepada Rasulullah merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang hal ini, antara lain :
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqß§ žwÎ) tí$sÜãÏ9 ÂcøŒÎ*Î/ «!$# 4 öqs9ur öNßg¯Rr& ŒÎ) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqß§9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJŠÏm§ ÇÏÍÈ   Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
“dan kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan seizing Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha penerima taubat lagi maha penyayang maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara perselisihan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisa’ : 64-65)
`tBur ÆìÏÜム©!$# tAqß§9$#ur y7Í´¯»s9'ré'sù yìtB tûïÏ%©!$# zNyè÷Rr& ª!$# NÍköŽn=tã z`ÏiB z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# tûüÉ)ƒÏdÅ_Á9$#ur Ïä!#ypk9$#ur tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur 4 z`Ý¡ymur y7Í´¯»s9'ré& $Z)ŠÏùu ÇÏÒÈ  
“Dan Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin (orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran rasul, dan inilah orang-orang yang dianugrahi nikmat sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat al-fatihah ayat 7), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya” (Qs. An-Nisa’ :69)
            Dalam khutbahnya, Rasulullah juga menyinggung tentang eksistensinya sebagai seorang utusan Allah :
ان خير الحد يث كتا ب الله و خير الهد ى هد ى محمد وشر الا مو ر محد ثا ثها (ر واه مسلم)
“sesungguhnya sebaik-baiknya perkataan adalah kalam Allah, dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk nabi Muhammad SAW. Dan seburuk-buruknya urusan adalah hal-hal yang tidak berdasar (bid’ah dalam agama).” (HR. Muslim)
من يطع الله ور سو له فقد ر شد و من يعصهما فا نه لا يضر الا نفسه ولا يضر الله شيئا  (رواه مسلم و ابو دواد)
“siapa saja yang taat kepada Allah dan rasulnya, maka ia akan mendapatkan petunjuk dan bimbingan. Dan barang siapa yang berbuat maksiat kepada Allah dan rasulnya, maka sesungguhnya ia hanya merugikan dirinya sendiri. Dan tidak ada sesuatupun yang dapat merugikan Allah.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
b.      Dalil mengenai pemimpin dalam penegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
            Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan sebaik-baiknya syariat dan jalan hidup, dan menurunkan kepadanya sebaik-baik kitab serta mengutusnya kepada sebaik-baik umat, dengan agama yang sempurna dan nikmat yang lengkap. Islam meupakan satu-satunya agama yang diakui Allah SWT dan siapa saja yang mengingkarinya maka ia termasuk orang yang merugi. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab suci, timbangan (neraca) serta besi supaya menjadi ukuran dasar penegakan keadilan dimuka bumi, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hadid yang bunyinya sebagai berikut :
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# šc#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( $uZø9tRr&ur yƒÏptø:$# ÏmŠÏù Ó¨ù't/ ÓƒÏx© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 zNn=÷èuÏ9ur ª!$# `tB ¼çnçŽÝÇZtƒ ¼ã&s#ßâur Í=øtóø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# ;Èqs% ÖƒÌtã ÇËÎÈ  
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hadid : 25)
            Berkaitan dengan hal ini pula, nabi Muhammad memerintahkan umatnya untuk memilih dan mengangkat para pemimpin yang akan menangani urusan-urusan mereka, serta memberikan instruksi kepada para pemimpin yang terpilih untuk memposisikam diri mereka sebagai pemegang amanat umat dan hendaknya mereka selalu bertindak dengan penuh kaedilan. Umat islam juga diperintahkan untuk tunduk dan patuh kepada para pemimpin selama para pemimpin tersebut tidak melanggar ketentuan dan syariat yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-nya. Dalam Sunan Abu Daud diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
 عن ابي سعيد الخد ري انرسو ل الله صلى اللهم عليه و سسلم قال اذا خر خ ثلا ثت في سفر فليؤ مر وا احد هم (رواه ابو دواد)
Dari Abi Said al-Khudri bahwa Rasulullah SAW berkata, “jika tiga orang bepergian, maka hendaklah salah satu dari mereka menjadi pemimpin bagi lainnya” (HR. Abu Daud)
            Hadis diatas dapat dipahami bahwa jika Rasulullah memerintahkan untuk mengangkat seorang pemimpin meskipun dalam kelompok terkecil (3 orang), maka kehadiran pemimpin dalam komunitas yang lebih besar merupakan hal yang sangat urgen. Rasulullah bersabda :
ان احب النا س الى الله يوم القيا مت و ادنا هم منه مجلسا امام عا دل وابغض الناس الي الله وابعدهم منه مجاسا امام جا ئر (رواه احمد)
“sesungguhnya manusia yang piling dicintai Allah SWT pada hari kiamat dan paling dekat majlis mereka kepada Allah adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia yang paling dibenci oleh Allah SWT pada hari kiamat dan paling jauh majlis mereka dari Allah adalah pemimpin yang zalim.”(HR. Ahmad)
            Dalam memililih pejabat (pemimpin) yang sesuai syariat pun telah diatur dalam surat at-taubah :
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# …….
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar (At-Taubah:71)
Disini jelas bahwa konsep amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban terhadap umat islam.

C.    PERAN HISBAH TERHADAP KEGIATAN EKONOMI SYARI’AH
Hisbah terhadap kegiatan ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Pengawasan pasar merupakan tugas pertama seorang muhtasib (pengawas) pada masa permulaan islam. Sebab itu pembahasan ini akan dibagi menjadi dua tujuan hisbah terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi dan hisbah terhadap pasar.
Hisbah terhadap kegiatan ekonomi.
1.      Memastikan dijalankannya aturan-aturan kegiatan ekonomi
2.      Mewujudkan Keamanan dan ketentraman
3.      Untuk mengetahui/mengawasi keadaan rakyat.
4.      Melarang orang membuat aliran air tanpa adanya kebutuhan.
5.      Menjaga kepentingan umum.
6.      Mengatur transaksi dipasar.
Hisbah terhadap pasar.
1.      Kebebasan keluar masuk pasar.
2.      Mengaturpromosi dan propaganda.
3.      Larangan menimbun barang.
4.      Mengatur perantara perdagangan.
5.      Pengawasan harga.
6.      Pengawasan barang yang di impor dan mengambil usyur. (pajak 10 %)